NEWS

Rahasia di Balik Tahun Baru: Legenda, Mitos, dan Tradisi Panjang yang Mungkin Belum Anda Tahu

Gambar hanya ilustrasi

Ditulis oleh:
Alia Maisarah, S.Ip., M.Si.
(Mahasiswa Program Doktoral Sejarah, Universitas Diponegoro)

Setiap tanggal 1 Januari, dunia seolah bergerak serempak menyambut awal yang baru. Kembang api menghiasi langit malam, keluarga berkumpul, resolusi disusun, dan harapan dititipkan pada pergantian angka di kalender. Namun di balik kemeriahan itu, tersimpan sejarah panjang, legenda kuno, serta mitos lintas budaya yang membentuk makna tahun baru hingga seperti yang kita kenal sekarang.

Pertanyaan mendasarnya sederhana, namun jarang direnungkan: mengapa tahun baru dirayakan pada 1 Januari, dan bagaimana manusia sejak ribuan tahun lalu memaknai pergantian waktu?

Jejak Awal Perayaan Tahun Baru

Tradisi menandai awal tahun bukanlah produk dunia modern. Jauh sebelum kalender masehi digunakan, peradaban kuno telah mengenal konsep “awal” dan “pembaruan” yang erat kaitannya dengan siklus alam.

Catatan tertua tentang perayaan tahun baru berasal dari Babylonia, sekitar empat milenium silam. Bangsa ini merayakan tahun baru pada pertengahan Maret, bertepatan dengan datangnya musim semi dan awal musim tanam. Festival yang dikenal sebagai Akitu berlangsung selama sebelas hari dan bersifat sangat sakral. Dalam ritual ini, raja bahkan harus menanggalkan mahkota dan kekuasaannya sejenak, lalu bersumpah di hadapan dewa pelindung kota, , sebagai simbol pembaruan moral dan politik.

Sementara itu, di Mesir Kuno, tahun baru ditandai oleh meluapnya Sungai Nil sekitar pertengahan September. Banjir tahunan ini membawa lumpur subur yang menjadi penopang kehidupan pertanian. Bagi bangsa Mesir, tahun baru bukan sekadar penanggalan, melainkan penanda keberlanjutan hidup dan kemakmuran.

Perubahan Besar di Romawi Kuno

Awalnya, bangsa Romawi memulai tahun pada bulan Maret. Hal ini masih dapat dilacak dari nama-nama bulan seperti September, Oktober, November, dan Desember yang secara etimologis berarti bulan ketujuh hingga kesepuluh. Perubahan fundamental terjadi pada tahun 46 SM ketika memperkenalkan Kalender Julian dan menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun.

Pemilihan Januari bukan tanpa makna. Bulan ini diambil dari nama , dewa bermuka dua yang melambangkan awal dan akhir, masa lalu dan masa depan. Simbol ini menjadikan pergantian tahun sebagai momen refleksi sekaligus harapan.

Tahun Baru dan Dunia Abad Pertengahan

Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, perayaan tahun baru pada 1 Januari sempat terpinggirkan. Gereja Kristen Abad Pertengahan memandang perayaan ini sebagai warisan pagan. Akibatnya, berbagai wilayah Eropa merayakan tahun baru pada tanggal berbeda-beda, seperti 25 Maret, hari Natal, atau Paskah.

Barulah pada 1582, Paus menetapkan Kalender Gregorian yang mengembalikan 1 Januari sebagai awal tahun. Meski demikian, penerapannya tidak seragam. Inggris dan koloninya baru mengadopsinya pada 1752, menunjukkan bahwa penanggalan pun sarat dengan dinamika politik dan keagamaan.

Legenda-Legenda Tahun Baru

Seiring berkembangnya tradisi, muncul pula kisah-kisah simbolik yang memperkaya makna tahun baru.

Legenda Janus menegaskan keyakinan Romawi bahwa setiap permulaan perlu disertai doa dan refleksi. Hadiah berupa kue madu, buah kering, dan koin dibagikan sebagai simbol kemakmuran.

Di dunia Barat, dikenal pula simbol “Bayi Tahun Baru” dan “Kakek Tua”, yang melambangkan kelahiran waktu baru dan berlalunya tahun lama. Akar simbol ini dapat ditelusuri hingga tradisi Yunani kuno yang merayakan kelahiran kembali .

Sementara itu, tradisi kembang api berakar dari legenda Tiongkok tentang monster yang diyakini takut pada suara keras dan cahaya terang. Dari sinilah petasan dan warna merah menjadi simbol pengusir bala, lalu menyebar menjadi perayaan global.

Mitos dan Kepercayaan Populer

Banyak masyarakat percaya bahwa apa yang dilakukan pada hari pertama tahun baru akan menentukan nasib setahun penuh. Keyakinan ini melahirkan berbagai ritual, mulai dari membersihkan rumah, menghindari pertengkaran, hingga memilih makanan dan pakaian tertentu.

Di Skotlandia, dikenal tradisi first-footing, yakni keyakinan bahwa orang pertama yang memasuki rumah setelah tengah malam akan membawa keberuntungan. Di Amerika Latin, warna pakaian dalam dipercaya memengaruhi cinta, rezeki, atau kesehatan. Ada pula mitos tentang membawa uang di saku, menghindari utang, hingga kewajiban berciuman tepat tengah malam.

Secara ilmiah, mitos-mitos ini tidak terbukti. Namun secara psikologis dan kultural, ia memberi manusia rasa kontrol, harapan, serta struktur simbolik dalam menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Resolusi Tahun Baru: Warisan Lama dalam Wajah Modern

Membuat resolusi tahun baru sering dianggap tradisi modern, padahal akarnya telah ada sejak zaman Babylonia. Meski banyak resolusi gagal diwujudkan, proses menetapkan tujuan tetap memiliki nilai reflektif. Setiap niat untuk berubah adalah bentuk kesadaran akan waktu yang terus bergerak.

Penutup

Perayaan tahun baru bukan sekadar pesta atau pergantian angka di kalender. Ia adalah warisan panjang peradaban manusia dalam memaknai waktu, perubahan, dan harapan. Dari ritual sakral Babylonia hingga kembang api modern, dari legenda Janus hingga mitos-mitos populer hari ini, semuanya menunjukkan satu hal: manusia selalu berusaha memberi makna pada awal yang baru.

Pada akhirnya, apa pun tradisi yang dijalani entah itu makan anggur, menyusun resolusi, atau berkumpul bersama orang tercinta tahun baru mengingatkan kita bahwa setiap akhir selalu menyimpan kemungkinan untuk memulai kembali.

(Dikumpulkan dan disarikan dari berbagai tulisan dan sumber sejarah)


Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image