NEWS

Ketika Suara Seniman Bertemu Wakil Rakyat Ponorogo

Audiensi Dewan Kesenian Ponorogo bersama pimpinan DPRD Kabupaten Ponorogo di ruang pimpinan DPRD, membahas pengawalan Reyog pasca UNESCO serta dorongan percepatan Perda Kesenian dan Kebudayaan, Rabu (24/12/2025) foto by dokumentasi Dewan Kesenian Ponorogo


Ponorogo - wartakotakita.com -  Ruang pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo siang itu tidak hanya menjadi tempat audiensi formal. Ia berubah menjadi ruang dialog kebudayaan ketika Dewan Kesenian Ponorogo (DKP) hadir menyampaikan kegelisahan, harapan, sekaligus tawaran jalan bagi masa depan seni Ponorogo, Rabu (24/12/2025).

Pasca penetapan Reyog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO, DKP menegaskan bahwa pengakuan global tersebut bukanlah garis akhir. Justru sebaliknya, status itu menghadirkan tanggung jawab besar yang harus dijaga melalui kebijakan yang jelas dan keberpihakan nyata. DKP memaparkan perannya dalam diplomasi budaya, termasuk keterlibatan menyelesaikan konflik Reyog di Malaysia melalui pendekatan festival dan dialog kebudayaan.

Ketua DKP, Wisnu HP, menyampaikan bahwa selain Reyog, DKP juga tengah mengupayakan berdirinya Institut Seni Indonesia di Ponorogo bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia Surakarta. Menurutnya, tingginya minat generasi muda Ponorogo pada pendidikan seni sudah menjadi alasan kuat bahwa kota ini layak memiliki institusi seni sendiri.

DKP juga mengusulkan percepatan pembentukan Peraturan Daerah Kesenian dan Kebudayaan sebagai payung perlindungan bahan baku Reyog serta jaminan hukum, sosial, dan ekonomi bagi pelaku seni. Ketiadaan regulasi dinilai membuat kesenian rentan terpinggirkan dan diperlakukan sekadar sebagai pelengkap acara.

Dari Bidang Tari DKP, Dedy Satya Amijaya mengingatkan bahwa arah kebijakan pasca-UNESCO masih belum sepenuhnya terang. Hingga kini belum ada lembaga nonpemerintah yang ditunjuk untuk mengawal tujuh amanat UNESCO, padahal waktu implementasi terbatas. Tanpa pengawalan dan pelaporan yang jelas, status tersebut berpotensi menghadapi risiko di masa depan.

Sorotan lain datang dari Purbo Sasongko yang menilai dukungan materiil bagi siswa dan pelaku seni saat mengikuti kompetisi masih minim. Sementara Masrofiqi M mendorong agar perhatian pemerintah tidak hanya terfokus pada Reyog, tetapi juga kesenian otentik Ponorogo lainnya untuk didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan dijamin keberlanjutan sosial-ekonominya. Dari sisi pendidikan, Priyo menegaskan pentingnya implementasi muatan lokal Reyog di sekolah-sekolah.

Menanggapi aspirasi tersebut, pimpinan DPRD Ponorogo, Anik Suharto dan Evi Dwitasari, menyampaikan apresiasi dan komitmen untuk menindaklanjuti, khususnya terkait penyusunan Perda Kesenian dan Kebudayaan. Regulasi tersebut dinilai penting sebagai acuan perlindungan budaya sekaligus bagian dari amanat UNESCO, meski harus disusun secara matang dan bertahap.

Audiensi itu ditutup dengan satu kesadaran bersama: kebudayaan bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan amanah masa depan. Selama dialog terus dibuka dan kebijakan berpihak pada pelaku seni, Reyog dan kebudayaan Ponorogo diyakini akan tetap hidup dan terwariskan lintas generasi.(red/tim) 

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image