NEWS

Dalang Poer dari Ngawi Pentaskan Wayang Kulit Berbahasa Indonesia di Ponorogo

Foto Dalang Poer pentaskan Wayang Kulit Berbahasa Indonesia

Lewat Lakon “Menempuh Jalan Dharma”, Dalang Poer Tekankan Nilai Janji, Karma, dan Keikhlasan Ksatria

PONOROGO - WARTA KOTA KITA - Senin Malam, 1 Desember 2025, Dalang Poer, salah satu dalang muda asal Ngawi yang dikenal dekat dengan audiens milenial, kembali menarik perhatian publik melalui pagelaran wayang kulit berbahasa Indonesia di Joglo katentreman kediaman H. Sugeng Srikandi Desa Kepatihan Kidul, Siman, Ponorogo. Dalam pementasan terbarunya, ia menyuguhkan lakon “Menempuh Jalan Dharma”, kisah yang mengulas perjalanan batin seorang tokoh dalam menjalankan kewajiban hidup, memenuhi janji, dan menerima konsekuensi dari tindakan yang telah ia tanam.

Dalam sesi wawancara dengan WartaKotaKita.com, Dalang Poer menjelaskan bahwa inti dari lakon ini bukan sekadar pertarungan fisik, melainkan pergulatan moral seorang ksatria dalam memikul dharmanya.

Foto kanan Ki Dalang Poer usai di wawancarai oleh WartaKotaKita.com

“Semua orang menempuh dharmanya sendiri”

Saat ditanya mengenai makna lakon tersebut, Dalang Poer menjelaskan dengan bahasa yang lugas dan filosofis:

“Semua itu menempuh dharmanya sendiri. Artinya, setiap tokoh harus menerima semua karmanya dengan lapang dada. Kalau dia sudah berjanji, kalau dia rela mati untuk membalas buddhi, ya memang dia harus mati. Terima itu. Jadi tidak ada ketidakikhlasan,” ungkapnya.

Menurutnya, nilai utama dari lakon ini adalah keberanian tokoh dalam bertanggung jawab atas keputusan dan janjinya. Tidak ada keluhan, tidak ada penyesalan hanya keteguhan untuk menyelesaikan dharma yang telah dipilih.


“Dalam kematian, hampir tidak ada penyesalan”

Lebih jauh, Dalang Poer menegaskan bahwa tokoh berjiwa kesatriaan tidak memandang kematian sebagai tragedi.

“Dalam kematian, hampir semua tokoh wayang yang berjiwa kesatriaan itu hampir tidak ada penyesalan. Mereka menjalani akibat dari dharma mereka sendiri,” ujarnya.

Filosofi ini ia sampaikan kembali melalui dialog antar tokoh, sehingga penonton dapat merasakan kedalaman nilai tanpa kehilangan alur cerita.


“Wong nandur mesti ngunduh”

Ketika pewawancara menyinggung apakah intinya adalah bahwa setiap tindakan pasti memiliki balasan, Dalang Poer mengiyakan.

“Ya, gitu-gitulah. Wong nandur mesti ngunduh,” katanya sambil tersenyum.

Ungkapan tersebut menjadi jembatan bagi penonton modern untuk memahami konsep karma secara sederhana: apa yang ditanam, itulah yang dituai.


Bahasa Indonesia sebagai jembatan generasi

Selain filosofi, Dalang Poer juga menekankan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia dalam pagelaran.

Ia berharap bahasa yang lebih mudah dipahami dapat membuka jalan bagi generasi muda untuk kembali mendekat kepada dunia pewayangan yang sarat nilai moral, spiritual, dan etika kehidupan.


Menghidupkan kembali filsafat ksatria untuk zaman sekarang

Melalui lakon “Menempuh Jalan Dharma”, Dalang Poer ingin mengajak publik, khususnya anak muda, memahami bahwa:

  • hidup adalah pilihan dharma,
  • janji adalah tanggung jawab,
  • pengorbanan adalah konsekuensi,
  • dan karma adalah hasil dari apa yang ditanam.

Pagelaran ini menegaskan bahwa wayang bukan sekadar tontonan tradisi, tetapi cermin nilai-nilai luhur yang relevan di setiap zaman.

Reporter : Eka Harnawa
Redaksi : WARTA KOTA KITA

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image