Menabuh Gamelan di Usia Senja, Jati Laras dan Harapan Akan Perhatian Bersama dari Dukuh Siyangan
Ketika para manula menjaga budaya, harapan akan kehadiran bersama pun menguat
Bantul - wartakotakita.com - Di tengah sunyi malam Dukuh Siyangan, Kelurahan Triharjo, Kapanewon Pandak, denting gamelan pelan-pelan mengalun dari sebuah pendopo sederhana. Bunyi saron, kendang dan gong tidak sekadar menjadi irama latihan, melainkan penanda bahwa budaya Jawa masih hidup dirawat dengan setia oleh tangan-tangan renta yang memilih tetap berkarya di usia senja.
![]() |
| Latihan rutin Sanggar Seni Karawitan Jati Laras Dukuh Siyangan di Pendopo Ki Slampar Edan. |
Sanggar Seni Karawitan Jati Laras, yang berdiri sejak 2023, menjadi ruang berkumpul warga lanjut usia Dukuh Siyangan. Dipimpin oleh Pak Suari dan berlatih di Pendopo Ki Slampar Edan milik Mbah Slamet Pariadi, sanggar ini tumbuh dari semangat kebersamaan dan kepedulian terhadap kelestarian budaya Jawa.
Latihan rutin dilaksanakan dua kali sepekan, yakni Minggu malam menuju Senin serta Rabu malam menuju Kamis. Pada Rabu malam, 24 Desember 2025, tim wartakotakita.com menyaksikan langsung bagaimana para manula dengan penuh ketekunan menabuh gamelan sebuah laku budaya yang dijalani dengan disiplin dan rasa cinta, meski usia tak lagi muda.
![]() |
| Seorang anggota Sanggar Seni Karawitan Jati Laras mempelajari notasi gending saat latihan. |
Mbah Slamet Pariadi, selaku penasihat sanggar, menegaskan bahwa Sanggar Seni Karawitan Jati Laras didirikan dengan niat tulus untuk menjaga keberlanjutan budaya Jawa.
“Budaya itu harus dirawat. Kalau tidak dirawat, lama-lama akan hilang,” tuturnya.
Kesederhanaan menjadi bagian dari keseharian sanggar ini. Setiap latihan hanya ditemani pisang goreng dan kopi hangat. Seluruh biaya konsumsi ditanggung secara pribadi oleh Mbah Slamet. Bahkan satu set gamelan slendro berbahan besi yang digunakan hingga kini juga dibeli olehnya. Baginya, melestarikan seni tradisi bukan soal pengorbanan, melainkan panggilan nurani.
![]() |
| Mbah Giri, anggota Sanggar Seni Karawitan Jati Laras, menabuh gamelan sambil membaca notasi gending saat latihan. |
Di antara para penabuh, Mbah Giri tampak khusyuk memainkan saron. Ia mengaku karawitan memberinya kebahagiaan sekaligus ruang untuk tetap aktif dan bermanfaat. Bagi dirinya dan anggota lain, sanggar ini bukan sekadar tempat latihan, tetapi juga ruang silaturahmi, ruang kesehatan batin, serta sarana menjaga semangat hidup di usia senja.
Latihan dipandu oleh Mbah Sudiono, seorang ahli karawitan yang dengan sabar membimbing para anggota. Ketekunan para manula ini sekaligus menghadirkan harapan agar perhatian terhadap kegiatan seni berbasis komunitas dapat terus tumbuh dan menguat.
![]() |
| Seorang anggota Sanggar Seni Karawitan Jati Laras menabuh kenong saat latihan rutin. |
Keberadaan Sanggar Seni Karawitan Jati Laras mendapat dukungan dari Pemerintah Kelurahan Triharjo. Seiring dengan kenyataan bahwa seluruh anggotanya adalah warga lanjut usia, para anggota berharap perhatian tersebut dapat diwujudkan lebih nyata baik melalui dukungan materiil sebagai penunjang kegiatan, maupun dukungan nonmateriil berupa pendampingan, pengakuan, dan keberpihakan kebijakan kebudayaan di tingkat desa.
![]() |
| Seorang anggota Sanggar Seni Karawitan Jati Laras menabuh gong saat latihan. |
Harapan agar Dukuh Siyangan berkembang sebagai Desa Rintisan Budaya bukan sekadar cita-cita simbolik, melainkan langkah strategis untuk memastikan bahwa upaya pelestarian budaya tidak berjalan sendiri. Perhatian bersama dari pemerintah dan masyarakat menjadi kunci agar semangat para manula ini terus terjaga dan berkelanjutan.
Di Pendopo Ki Slampar Edan, karawitan menjadi cermin sederhana tentang ketekunan dan cinta budaya. Di usia senja, para penabuh gamelan Jati Laras mengajarkan bahwa menjaga tradisi adalah kerja bersama tentang perhatian, keberlanjutan, dan penghormatan pada manusia di balik bunyi gamelan.
Editor : Tim Redaksi wartakotakita.com





