NEWS

Ruwatan di Joglo Katentreman : H. Sugeng Srikandi Listrik Gandeng Ki Dalang Poer Ngawi Pentaskan Wayang “Menempuh Jalan Dharma”

Foto Suasana Sakral Ruwatan di Joglo Katentreman kediaman H. Sugeng Srikandi Listrik, Ruwatan digelar sebagai ajakan mawas diri, menutup aib, serta mengembalikan manusia pada sangkan paraning dumadi.

Ponorogo - Warta Kota Kita - Langit di Desa Kepatihan Kidul terasa lebih tenang pada Senin malam, 1 Desember 2025. Di bawah cahaya lampu yang gemerlap dan gamelan yang mengalun lembut, Joglo Katentreman, kediaman H. Sugeng Srikandi Listrik, menjelma menjadi sebuah ruang perenungan. Malam itu, ruwatan digelar bukan sekadar ritual, tetapi perjalanan batin sebuah ajakan untuk menata diri dan kembali pada asal-usul kehidupan. 

Foto : Ki Dalang Poer saat menyampaikan filosofi dan makna lakon wayang yang akan dimainkan dalam pagelaran ruwatan di Joglo Katentreman.

Di tengah suasana syahdu Joglo Katentreman, H. Sugeng Srikandi Listrik mengadakan ruwatan wayang kulit bersama Ki Dalang Poer dari Ngawi. Lakon yang dimainkan, “Menempuh Jalan Dharma”, menjadi pusat perhatian karena menyuarakan kembali nilai-nilai hidup: janji, tanggung jawab, karma, dan keikhlasan.

Foto tengah H. Sugeng Srikandi sangat khusyuk ketika ruwatan dan kenduri selamatan berlangsung

“Tujuannya Ruwatan"

Dalam wawancara dengan WartaKotaKita.com,  H. Sugeng Srikandi menjelaskan makna di balik ruwatan tersebut.

“Tujuannya untuk melakukan ruwatan. Ruwatan itu berkaitan dengan keadaan yang sudah tidak karu-karuan, Pitutur dari para Kyai: Siapa pun yang memiliki kesalahan atau keburukan, jangan sampai dibuka dan diumbar. Justru hari ini, jeleknya nggak ditutup, orang baik dijelek-jelekan. Sekarang ini seolah-olah manusia merasa paling benar dan paling berkuasa atas kehidupan. Padahal hidup itu ada yang menata dan ada yang menghidupkan kita. Semua harus belajar tentang sangkan paraning dumadi asal dan tujuan hidup. Orang yang sok-sokan bersih, sok suci, biasanya justru akan celaka. Sebab siapa pun yang menanam, pasti akan menuai.

Mengingatkan bahwa kebaikan pun karena Allah menutup aib hamba-Nya

H. Sugeng Srikandi memberi pesan yang menohok:

“Yen dina iki isih ana wong apik, kuwi merga Allah isih nutupi aibé. Nanging wong saiki koyo-koyo salah iku bener, bener iku salah. Penghakiman itu haké Gusti Allah”

Karena itu, ia berharap ruwatan malam itu menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk berhenti menghakimi dan kembali mawas diri.

"Kalau hari ini masih ada orang yang terlihat baik, itu hanyalah karena Allah sedang menutupi aibnya. Sekarang justru banyak hal yang tidak baik, tetapi oleh sebagian orang dianggap benar. Padahal penghakiman yang sebenarnya itu hanya milik Gusti Allah"

Menurutnya, masyarakat kini terlalu mudah mengumbar aib sesama, padahal hidup memiliki aturan dan penataannya sendiri.

Ia melanjutkan:

Koyo-koyo menungsa wes ora duwe paugeran urip. Padahal urip iki ana sing noto, ana sing nguripke. Kabeh kudu belajar sangkan paraning dumadi. enek aran-aran wong cidra bakale cilaka lan wong nandur bakale ngundhuh”

"Kita manusia hanyalah makhluk yang wajib memahami keterbatasannya. Ruwatan ini dibuat untuk meruwat keadaan hidup, menata batin, dan menyadarkan diri sendiri. Itulah intinya.”

 Harapannya setelah diadakan ruwatan. 

H. Sugeng Srikandi menegaskan bahwa :

“Mugo-mugo wong sing seneng ngumbar aib kuwi bali sadar. Podo introspeksi, mawas diri. Ojo seneng elek-elekan.”

“Harapannya, mudah-mudahan masyarakat yang hari ini senang mengumbar aib orang lain dan bahkan menjadikannya fitnah bisa kembali sadar. Semoga Gusti Allah memberikan kedamaian dan petunjuk sehingga mereka kembali ke asal dirinya masing-masing. Lebih baik introspeksi, melihat kekurangan diri sendiri daripada sibuk mengejek orang lain. Itu harapan saya.”

Ruwatan, katanya, bertujuan mengembalikan manusia pada kesadaran bahwa hidup bukan soal membuka kesalahan orang lain, tetapi merapikan kekurangan diri sendiri.

Foto Ki Dalang Poer Saat memulai pertunjukan Wayang Kulit di Joglo Katentreman Milik H. Sugeng Srikandi

PERAN KI DALANG POER

“Semua orang menempuh dharmanya masing-masing”

Di sisi panggung, Ki Dalang Poer menghadirkan lakon Menempuh Jalan Dharma dengan gaya bahasa Indonesia yang dekat di telinga generasi muda. Dalam lakon tersebut, ia menekankan pentingnya menjalankan janji dan menerima konsekuensi hidup.

“Semua tokoh menempuh dharmanya masing-masing. Artinya menerima semua karma dengan lapang dada. Kalau sudah berjanji rela mati membalas buddhi, ya memang harus mati. Terima itu. Tidak ada ketidakikhlasan,” jelasnya.

Nilai besarnya sederhana namun tajam:

“Wong nandur mesti ngunduh.” Setiap benih perbuatan pasti berbuah kembali.

Penggunaan bahasa Indonesia dalam pagelarannya sengaja dilakukan untuk menjembatani generasi muda.

“Wayang harus hidup. Kalau bahasanya tidak dipahami, falsafahnya tidak sampai,” ujarnya.

Foto kanan Kyai Kalibek saat memimpin doa bersama

Kenduri Selamatan Dipimpin Kyai Kalibek: Doa untuk Ponorogo yang Ayem Tentrem

Usai ruwatan dan pagelaran wayang kulit, acara malam itu dilanjutkan dengan kenduri selamatan yang dipimpin Kyai Kalibek, salah satu tokoh spiritual yang dihormati masyarakat setempat.

Dalam suasana hening yang penuh kekhidmatan, Kyai Kalibek memimpin doa bersama agar:

  • Ponorogo dijauhkan dari bala,
  • masyarakatnya dijaga dari fitnah dan perpecahan,
  • serta seluruh warga diberi ketenangan, keselamatan, dan keberkahan.

Doa-doa lirih dari para jamaah berpadu dengan suasana Joglo Katentreman yang syahdu, menghadirkan rasa ayem tentrem yang menjadi harapan bersama.

“Mugi Ponorogo tansah pinaringan rahayu, slamet, lan tentrem,”ucap Kyai Kalibek dalam lantunan doa penutup.

Kenduri selamatan ini menjadi titik puncak dari seluruh rangkaian acara menegaskan bahwa ruwatan bukan hanya laku budaya, tetapi juga ikhtiar spiritual untuk kebaikan bersama.

Foto suasana selamatan dan kenduri permohonan doa

Malam ruwatan di Joglo Katentreman bukan sekadar pertunjukan seni; ia adalah perjalanan batin kolektif. Dalam harmoni gamelan, wejangan dalang, dan pesan dari tuan rumah, masyarakat diajak untuk kembali melihat ke dalam diri sendiri. Di tengah dunia yang mudah menghakimi, ruwatan ini menjadi pengingat bahwa hidup selalu menuntut keseimbangan antara laku, janji, dan kesadaran diri.

Reporter : Eka Harnawa
Redaksi : Warta Kota Kita

#RuwatanPonorogo 
#KiDalangPoerNgawi
#MenempuhJalanDharma
#JogloKatentreman
#H.SugengSrikandiListrik
#WayangKulitBerbahasaIndonesia
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image