Rayakan Hari Wayang Dunia, Sanggar Pasopati Duri Slahung Hadirkan 8 Dalang Cilik, Inilah Pesan Ki Sentho Sangat Menyentuh Hati
![]() |
Foto : Ki KRT Sentho Ytino Cinarito Redi Suta (Batik Hitam) didampingi Ki Purbo Sasongko dan Ki Joko Sembodo saat penyerahan Kayon tanda Pagelaran Wayang Kulit Segera Dimulai |
Hari Wayang Nasional dan Dunia di Sanggar Pasopati, Desa Duri, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo.
Malam itu, langit Desa Duri, Kecamatan Slahung, tampak tenang. Lampu-lampu sanggar menyala lembut, menerangi halaman Sanggar Seni Pedalangan Pasopati yang sejak petang mulai dipenuhi anak-anak siswa sanggar seni pedalangan dan warga sekitar. Sabtu (15/11/2025), sanggar ini kembali menjadi pusat perhatian saat memperingati Hari Wayang Dunia dan Nasional dengan menampilkan delapan dalang cilik yang membawakan lakon klasik “Wahyu Keprabon.”
Di balik kelir yang disinari lampu blencong, para dalang cilik itu bersiap. Mereka memegang wayang dengan tangan kecil namun penuh tekad seakan malam itu bukan hanya panggung, melainkan gerbang bagi perjalanan panjang mereka di dunia pedalangan.
Prosesi Pembuka yang Penuh Makna
Sebelum pementasan dimulai, Ki KRT Sentho Yitno Cinarito Redi Suta, pengasuh Sanggar Pasopati, melangkah maju ke depan kelir. Di bawah cahaya lampu sanggar yang temaram, ia menyerahkan sehelai wayang kepada para siswa sebagai lambang amanah dan keberlanjutan tradisi.
Di sisi kanan dan kirinya berdiri dua pembimbing sanggar—Ki Purbo Sasongko dan Ki Joko Sembodo yang menyaksikan prosesi itu dengan raut bangga.
“Wayang itu bukan sekadar tontonan,” ujar Ki Sentho sebelum acara dibuka. “Ia membawa nilai-nilai besar. Dan nilai itu harus ditanamkan sejak dini.”
Foto : Ketua PEPADI KOMDA Ponorogo Ki KRT Sindu Parwoto saat sambutan |
Ketua Pepadi Hadir Menyaksikan Malam Regenerasi
Kehadiran Ketua Pepadi Komda Ponorogo, Sindu Parwoto, memberi warna khusus di malam itu. Duduk di barisan depan, ia menyimak dengan saksama setiap adegan yang dibawakan para dalang cilik, sesekali tersenyum melihat keberanian mereka.
“Ini bentuk regenerasi yang nyata,” katanya. “Ponorogo patut bangga dengan anak-anak seperti ini.” ujarnya pada saat sambutan
![]() |
| Foto : Suasana pentas wayang kulit peringati hari wayang dunia |
Keteguhan dalam Lakon “Wahyu Keprabon”
Lakon Wahyu Keprabon dipilih dengan alasan yang tidak sederhana. Kisah tentang keteguhan hati, pencarian jati diri, dan kepemimpinan sejati itu dimainkan dengan gaya anak-anak, tetapi tetap memancarkan kekuatan cerita pewayangan yang klasik.
Dalam wawancara setelah pementasan, Ki Sentho menjelaskan maknanya.
“Wahyu Keprabon itu petuah tentang menata hati. Pemimpin sejati bukan yang mengejar tahta, tapi yang mampu menjaga batin,” tutur Ki Sentho.
Ia menegaskan bahwa nilai-nilai seperti ini penting diajarkan sejak anak-anak mulai mengenal wayang.
“Dalang itu guru. Setiap suluk dan gerak bercerita tentang kehidupan. Kalau dari kecil sudah belajar hal baik, mereka tumbuh dengan karakter yang kuat,” tambahnya.
![]() |
| Foto : Pengrawit semuanya anak-anak siswa Sanggar Pasopati |
Karawitan Anak-Anak Menghidupkan Malam
Deretan gamelan dimainkan oleh anak-anak siswa Sanggar Seni Pedalangan Pasopati mengiringi Pentas Wayang Kulit. Cahaya lampu menimpa wajah-wajah kecil mereka yang serius menjaga irama. Malam itu, alunan gamelan menjadi jantung pertunjukan, menghidupkan lakon Wahyu Keprabon dengan nuansa magis.
“Yang mengiringi karawitan semuanya anak-anak. Mereka tumbuh bersama di sanggar ini,” kata Ki Joko Sembodo.
![]() |
| Foto : Ritual Kenduri Selamatan Galungan sebelum pentas |
Ritual Galungan dan Kenduri Selamatan Dilaksanakan sebagai Ungkapan Syukur dan Permohonan Doa
Sebelum pagelaran dimulai, para sesepuh dan pengurus sanggar menggelar ritual galungan dan kenduri selamatan sebagai bentuk ungkapan syukur sekaligus memohon kelancaran pementasan malam itu. Suasana menjadi khidmat ketika doa-doa dipanjatkan di bawah cahaya lampu sanggar yang temaram.
Lebih dari Sekadar Pentas di Malam Hari
Seiring malam semakin larut, suara gamelan dan sabetan wayang seolah menyatu dengan kesejukan udara Slahung. Penonton tidak hanya menyaksikan lakon; mereka menyaksikan tumbuhnya keberanian, kedisiplinan, dan kecintaan anak-anak terhadap budaya.
![]() |
| Foto : Salah satu siswa Sanggar Pasopati saat pentas |
Di tengah suasana itu, Ki Sentho duduk memperhatikan murid-muridnya dengan kebanggaan tersendiri.
“Selama ada anak-anak yang mau belajar, seni wayang tidak akan padam,” ujarnya menutup malam itu.
Acara ini juga disiarkan secara langsung di channel youtube JUVE MULTIMEDIA RECORD
Editor : Warta Kota Kita





